Pasang Iklan di Buletinkompas.com

BMKG Ungkap Prediksi Ketinggian Hilal, Awal Ramadan Berpotensi Beda

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap prediksi ketinggian hilal untuk menentukan awal bulan Ramadan 1445 Hijriah di Indonesia. Ada kemungkinan awal Ramadan 1445 H akan berbeda.
Hal tersebut berdasarkan kajian BMKG bertajuk ‘Informasi Prakiraan Hilal Saat Matahari Terbenam Tanggal 10 dan 11 Maret 2024 Penentu Awal Bulan Ramadan 1445 H’.

BMKG menyatakan konjungsi, kondisi ketika Bulan dan Matahari mempunyai bujur ekliptika yang sama, akan terjadi pada Minggu (10/3) pukul 16.00 WIB atau 17.00 WITA atau 18.00 WIT). Di wilayah Indonesia, pada tanggal tersebut, waktu Matahari terbenam paling awal adalah pukul 17.51 WIT di Waris, Papua dan waktu terbenam paling akhir adalah pukul 18.50 WIB di Banda Aceh.

“Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan konjungsi terjadi setelah Matahari terbenam tanggal 10 Maret 2024 di sebagian wilayah Indonesia,” demikian keterangan BMKG dalam laporan tersebut.

Menurut BMKG secara astronomis pelaksanaan rukyat hilal penentu awal Ramadan 1445 H bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuannya adalah setelah Matahari terbenam tanggal 10 bagi yang di tempatnya konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam dan tanggal 11 Maret 2024 bagi yang konjungsinya terjadi setelah Matahari terbenam.

Sementara, bagi yang menerapkan hisab dalam penentuan awal Ramadan 1445 H perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab saat Matahari terbenam tanggal 10 dan 11 Maret tersebut.

BMKG mengungkap ketinggian hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 10 Maret, berkisar antara 0,33 derajat di Jayapura, Papua sampai dengan 0,87 derajat di Tua Pejat, Sumatera Barat.

Sedangkan, ketinggian hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 11 Maret berkisar antara 10,75 derajat di Merauke, Papua sampai dengan 13,62 derajat di Sabang, Aceh.

Kemudian, elongasi di Indonesia saat Matahari terbenam pada 10 Maret, berkisar antara 1,64 derajat di Denpasar, Bali sampai dengan 2,08 derajat di Jayapura, Papua. Sementara elongasi di Indonesia saat Matahari terbenam pada 11 Maret, berkisar antara 13,24 derajat di Jayapura, Papua sampai dengan 14,95 derajat di Banda Aceh, Aceh.

Selanjutnya, BMKG mengungkap umur Bulan di Indonesia saat Matahari terbenam pada 10 Maret, berkisar antara -0,15 jam di Waris, Papua sampai dengan 2,84 jam di Banda Aceh, Aceh. Namun, umur bulan di Indonesia saat Matahari terbenam pada 11 Maret 2024, berkisar antara 23,84 jam di Waris, Papua sampai dengan 26,84 jam di Banda Aceh, Aceh.

Penentuan hilal ini membuka kemungkinan awal Ramadan 1445 Hijriah di Indonesia berbeda. Sebelumnya, Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1445 H pada Senin 11 Maret 2024 berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid.

“Di wilayah Indonesia tanggal 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Senin Pahing, 11 Maret 2024 M,” bunyi surat Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Menurut Muhammadiyah tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta tanggal 10 Maret yakni (¢ = -07° 48′ LS dan l= 110° 21′ BT ) = +00° 56′ 28” (hilal sudah wujud).

Pada saat matahari terbenam tanggal 10 Maret 2024, bulan berada di atas ufuk (hilal sudah wujud) kecuali di wilayah Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Agama, belum menetapkan kapan 1 Ramadan 1445 H. Namun, sejauh ini pemerintah memprediksi awal Ramadan jatuh pada 12 Maret 2024.

Baca Juga : WhatsApp Siapkan Fitur Pengaman Foto Profil Agar Tidak “Dicuri”

Kendati begitu, pemerintah juga akan tetap menggelar sidang Isbat untuk menetapkan awal puasa yang bakal digelar Kemenag pada Minggu, 10 Maret 2024. Sidang bakal dilakukan secara daring dan luring (hybrid) di Auditorium H.M Rasjidi Kementerian Agama, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat.

“Sidang Isbat ini merupakan salah satu layanan keagamaan bagi masyarakat untuk mendapat kepastian mengenai pelaksanaan ibadah,” kata Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin dalam keterangannya di laman resmi Kemenag.

Dalam menentukan bulan baru hijriah, pemerintah mengacu pada kesepakatan menteri-menteri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura atau MABIMS.

Kriterianya adalah bulan baru dengan ketinggian 3° dan elongasi atau sudut Bulan-Matahari 6,4°. Di bawah itu, belum dianggap masuk bulan hijriah baru.

Sementara, ketinggian hilal, elongasi, maupun bagian dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi lainnya sudah bisa diprediksi dengan hitungan astronomis alias hisab.

Berbeda dengan Pemerintah dan Nahdaltul Ulama, penetapan bulan baru hijriah versi Muhammadiyah berdasarkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal (kondisi peredaran Bulan, Bumi, dan Matahari yang sebenarnya), bukan hisab ‘urfi (peredaran rata-rata).

Penetapan itu didasarkan pada proses ijtimak (Bumi, Bulan, dan Matahari berada pada posisi garis bujur yang sama, tanda satu putaran penuh) atau konjungsi. Alhasil, mengutip situs Muhammadiyah, seberapa pun tingginya (meskipun hanya 0,1 derajat), maka esoknya adalah hari pertama bulan baru.

Loading

Silahkan Telusuri

Menkominfo Ingin Bentuk Dewan Media Sosial, Apa Fungsinya?

JAKARTA, BuletinKompas – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memiliki wacana untuk membentuk Dewan Media Sosial …