Pasang Iklan di Buletinkompas.com

Ini Alasan Mahfud MD Menolak Revisi UU MK

JAKARTA, BuletinKompas – Menurut pakar hukum tata negara Mahfud MD, Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) adalah aneh.

Dia berpendapat bahwa revisi UU MK itu malah dapat mengancam independensi hakim, terutama dalam hal aturan peralihan.

“Itu juga sebabnya saya menolak, ini mengganggu independensi. Kenapa? Orang ini secara halus ditakut-takuti, kamu ini diganti loh, dikonfirmasi, tanggal sekian dijawab tidak, berhenti, habis kamu sebagai hakim. Jadi, independensinya sudah mulai disandera, menurut saya,” kata Mahfud dalam keterangannya, Rabu (15/05/2024).

Menko Polhukam periode 2019-2023 itu turut menceritakan proses ditolaknya revisi UU MK. Pada 2020, ia menyampaikan, memang sudah coba dilakukan perubahan terhadap UU MK, yang disebut Menkumham, Yasonna Laoly, sudah disepakati sebelum Mahfud menjadi Menko Polhukam.

Ternyata, Mahfud menuturkan, upaya-upaya itu masih belum berhenti karena pada 2022 lalu secara tiba-tiba muncul lagi usulan untuk perubahan terhadap UU MK.

Padahal, ia menekankan, usulan revisi UU MK itu tidak pernah ada di Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas).

“Saya kaget, saya tanya lagi ke Pak Yasonna. Pak, ini kok ada UU belum ada di Prolegnas, sudah Pak, disepakati baru ini tambahan di Prolegnas untuk direvisi. Kok mendadak, saya bilang, iya ini DPR memutuskan begitu, dan sudah dibicarakan mungkin secara diam diam, begitu,” ujar Mahfud.

Akhirnya, Mahfud tetap menegaskan kalau revisi terhadap UU MK tidak benar karena ada tendensi untuk memberhentikan hakim-hakim tertentu di tengah jalan. Maka itu, Mahfud menyampaikan kepada Mensesneg, Pratikno, untuk turun langsung mengikuti rapat bersama DPR RI membahas ini.

“Oleh sebab itu, DPR waktu itu, kebetulan saya yang pesan ke Pak Pratikno, Pak kayaknya UU ini saya perlu turun sendiri ke DPR, kan bisa, oh iya bisa kata Pak Pratik, sudah nanti Pak Mahfud saja yang mewakili ke DPR bersama Pak Yasonna, jadi saya,” kata Mahfud.

Mahfud menilai, UU itu sekalipun bagus tidak boleh berlaku untuk hakim-hakim yang sekarang ada dan mereka dibiarkan sampai habis masa jabatannya, baru dilakukan penggantian.

Ternyata, ia mengingatkan, saat itu DPR tidak mau karena mereka ingin hakim-hakim langsung diganti.

“DPR tidak mau, pokoknya langsung, begitu UU ditetapkan hakim yang tidak yang belum 10 tahun tapi sudah di atas lima tahun dikonfirmasi lagi. Wah, saya bilang ini tidak benar, dalam ilmu hukum ini keliru saya bilang, akhirnya apa, dead lock-kan saja saya bilang, maka dead lock, selama saya jadi Menko,” ujar Mahfud.

Ia merasa, RUU MK yang diusulkan bisa menakut-nakuti hakim MK yang kini ada, ditambah saat itu sudah mendekati kontestasi politik pemilihan umum. Meski begitu, Mahfud menegaskan, tidak bisa menghalangi siapa-siapa yang kini menginginkan revisi terhadap UU MK dilakukan.

“Sekarang sesudah saya pergi tiba-tiba disahkan, ya saya tidak bisa menghalangi siapa-siapa, tapi itu ceritanya, saya pernah dead lock kan UU itu, sekarang disahkan. Isinya tetap, seperti yang saya tolak itu, tapi menurut saya ya, ya sudah saya tidak bisa menghalangi,” kata Mahfud.

Mahfud melihat, ada beberapa kemungkinan sikap yang akan diambil pemerintah soal ini. Antara lain pemerintah meminta Ketua MK mengirim surat meminta konfirmasi hakim-hakim yang diperpanjang, atau membiarkan saja hakim-hakim yang mendekati pensiun menyelesaikan masa jabatan.

Namun, Ketua MK periode 2008-2013 itu merasa, revisi UU MK itu cuma merupakan langkah memuluskan jalan politik pihak-pihak tertentu. Apalagi, beberapa waktu terakhir orang sudah banyak membahas tentang desentralisasi yang dilakukan secara diam-diam dan secara halus.

“Akhirnya semua ada di satu tangan, nanti ada re-calling, independensinya dibatasi. Salah satunya recall saja, minta konfirmasi saja, tapi yang lebih keras lagi, sebelum dibahas, ada di RUU, bahwa DPR bisa atau lembaga yang mengusulkan bisa menarik, itu re-calling yang asal, ini tidak, diminta konfirmasi bukan ditarik,” ujar Mahfud.

Terkait ini, ia mengingatkan, mantan-mantan Ketua MK dan hakim MK sudah pernah bertemu untuk membahasnya. Mahfud menyampaikan, tokoh-tokoh seperti Jimly Asshiddiqie, dirinya, Hamdan Zoelva, Haryono dan lain-lain itu sepakat independensi hakim tidak boleh diganggu.

Akhirnya, lanjut Mahfud, ide-ide yang coba dimunculkan untuk menarik hakim di tengah jalan melalui revisi terhadap UU MK itu dihapus. Uniknya, kini dimunculkan lagi rencana yang dirasa bisa mengganggu independensi hakim seperti re-konfirmasi setelah masuki tahun kelima.

“Hadir semua waktu itu, terus yang dari Malang hadir, ini tidak boleh begini, harus ada independensi, sehingga ide untuk menarik hakim di tengah jalan hapus, tapi yang muncul kemudian lima tahun di-re-konfirmasi,” kata Mahfud.

Mahfud tidak sepakat jika ini disalahkan ke legal drafter karena mereka terbilang sangat teknis, bukan memiliki kewenangan pada filosofi materi. Artinya, mereka yang memiliki filosofi materi dan memiliki hak konstitusional untuk menentukan tetap hanya Presiden dan DPR RI.

Baca juga : Pakar Hukum Tata Negara: Kritik Konstruktif Akan Menguntungkan Oposisi

Loading

Silahkan Telusuri

Muzani Sebut Prabowo-Gibran Akan Wujudkan Janji Kampanye soal Swasembada Pangan

JAKARTA, BuletinKompas – Sekretaris Jenderal DPP Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan …